Jumat, 24 Maret 2023
๐๐๐✝️๐ ๐๐๐๐๐
๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐
radiomustika.com,Singkawang(vs)Di dalam kehidupan kita setiap hari, kita harus bisa menghadirkan Kerajaan Surga. *“Menghadirkan Kerajaan Surga” adalah satu hal yang mutlak, lebih mutlak dari apa pun*. Namun sayangnya, dalam kehidupan manusia pada umumnya, mereka justru mau menghadirkan “kerajaan manusia,” kerajaan dunia; kerajaan yang bukan dari Allah. Dengan menghadirkan kerajaan sendiri, manusia berharap bisa menikmati kebahagiaan di bumi yang diharapkan dapat dimiliki dengan mencapai satu suasana hidup, misalnya dengan studi untuk mencapai gelar tertentu. Dari gelar itu, dia bisa mengaktualisasi diri, mendapat pekerjaan, mendapat nafkah, terhormat, memiliki derajat dan martabat. Inilah yang menjadi “kerajaan” dalam hidupnya.
Seorang pebisnis, mengharapkan mendapatkan keuntungan, yaitu uang. Dengan uang, dia bisa memperbesar usahanya agar semakin banyak pula keuntungannya. Lalu, ia bisa membeli semua fasilitas yang dibutuhkan manusia pada umumnya seperti rumah, mobil, dan jika memungkinkan, memiliki mobil mewah, kapal pesiar, pesawat pribadi, dan deposito. Dengan uang, dia merasa aman seandainya jatuh sakit, ia juga bisa bebas berwisata. Itulah “kerajaan.” Setiap orang bercita-cita untuk mencapai satu suasana kebahagiaan hidup. Maka, mereka harus menghadirkan “kerajaan” yang difasilitasi uang, gelar, dan lain sebagainya.
Bagi wanita, mungkin tidak muluk-muluk memiliki rumah mewah, kapal pesiar atau gelar, tetapi cukup memiliki suami yang berpenghasilan dan bisa menafkahi keluarga. Itu sudah merupakan “kerajaan” baginya. Intinya, setiap orang memiliki konsep kebahagiaan untuk dapat menghadirkan “kerajaan” dalam hidupnya. Dan di dalam suatu kerajaan, pasti ada yang mengontrol; mengendalikan, mendominasi, menguasai atau memerintah. Kalau orang berpikir bahwa uang dapat menciptakan kebahagiaan, maka kerajaan yang dimilikinya adalah kerajaan yang didominasi (diperintah) oleh uang. Kalau seseorang berpikir bahwa gelar, pangkat, atau kedudukan dapat menghadirkan kebahagiaan, maka kerajaan itu diperintah oleh kekuatan gelar, pangkat, dan kekuasaan.
Ini adalah konsep-konsep manusia pada umumnya, di mana pun. Hampir semua manusia memiliki konsep ini. Tanpa disadari, kita juga telah mewarisi konsep itu dari
orangtua dan lingkungan kita. Apalagi kalau seorang hamba Tuhan atau pendeta yang tidak mengenal kebenaran dan tidak mengalami perubahan, dia bisa menjadikan gereja dan pelayanannya sebagai “kerajaannya.” Di dalam kerajaan tersebut, bukan Tuhan yang berkuasa, melainkan dirinya. Atau faktor lain, ambisinya atau bahkan uang. Kalau pelayanan dijadikan sarana memperoleh keuntungan, maka jelas uanglah yang mengatur atau memerintah. Mengerikan sekali.
Tuhan menebus kita dengan darah-Nya dari cara hidup yang sia-sia yang kita warisi dari nenek moyang. 1 Petrus 1:18-19 mengatakan, _“Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.”_ Maukah kita keluar dari cara hidup yang salah ini? Pasti banyak di antara kita yang menderita karena gagal mencapai kebahagiaan, gagal menghadirkan kerajaan itu. Hidup ini memang tragis. *Apa pun keadaan kita, khususnya yang merasa gagal dan tidak memiliki kerajaan apa pun, masih ada Kerajaan yang bisa kita hadirkan.* Dan memang Tuhan menghendaki kita menghadirkan Kerajaan itu. Tuhan mengajarkan kita doa “Datanglah Kerajaan-Mu” di Matius 6:10. Inilah yang membuat kita memiliki Kerajaan yang tak tertandingi oleh kerajaan apa pun dan siapa pun.
Mari kita menghadirkan Kerajaan Allah. Bagaimana caranya? Roh Kudus sebagai hukumnya, alat ukur etika dan moralnya. Kita harus mengerti Firman, belajar Firman. Kita harus memiliki jam doa pribadi maupun doa bersama. Dari hal itu, kita memiliki kepekaan untuk bisa mengerti kehendak Allah. Di situlah hukum, ukuran etika dan moralnya: *kehendak Allah.* Dan Roh Kudus menuntun kita, membawa kita kepada kehendak Allah. Apa hubungannya hidup melakukan kehendak Allah dengan kebahagiaan? Kita dapat membuktikan—di sini dibutuhkan percaya yang benar—ketika kita berusaha mengerti kehendak Allah oleh pimpinan Roh Kudus, maka Roh Kudus yang menuntun kita dan memberikan pengertian apakah hal ini berkenan di hadapan Tuhan atau tidak.
*Kalau hanya menjadi manusia baik menurut hukum-hukum sah yang berlaku dalam kehidupan pada umumnya, itu belum hidup di dalam pemerintahan Allah, atau belum menghadirkan Kerajaan Surga.* Bagaimana dalam segala hal yang kita pikirkan, ucapkan, dan lakukan, tepat seperti apa yang Allah kehendaki. Itu baru namanya menghadirkan Kerajaan Surga. Jika kita bisa menghadirkan Kerajaan Allah dengan hidup dalam ketertundukan kepada Bapa dalam pimpinan Roh Kudus, maka Allah akan memelihara dan menjaga kita. Allah akan mengistimewakan kita. *Potensi untuk menghadirkan Kerajaan Allah adalah anugerah.* Tetapi, untuk benar-benar mengalami kehadiran Kerajaan Allah, itu buah; hasil perjuangan kita; dan itu harus kita lakukan tanpa batas. Kalau seseorang bisa menghadirkan Kerajaan Allah dalam hidupnya, ia akan menjadi biji mata Allah.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KALAU HANYA MENJADI MANUSIA BAIK MENURUT HUKUM-HUKUM SAH YANG BERLAKU DALAM KEHIDUPAN PADA UMUMNYA, ITU BELUM HIDUP DI DALAM PEMERINTAHAN ALLAH, ATAU BELUM MENGHADIRKAN KERAJAAN SURGA.
Tags:
#Religi